Jumat, 29 April 2011

cara mencintai

Ada sepasang suami-istri yang berjualan nasi kuning di
sebuah kompleks perumahan di Banjarmasin. Umur mereka
sudah tidak muda lagi. Sang suami mungkin sudah
berumur lebih dari 70, sedangkan istrinya sekitar
60-an. Di sekitar mereka ada beberapa gerobak lain
yang juga menjual makanan untuk sarapan pagi. Tapi
dari semuanya, hanya gerobak mereka yang paling sepi.

Setiap pagi, dalam perjalanan menuju ke kantor, saya
selalu melewati gerobak mereka yang selalu sepi.
Gerobak itu tidak ada yang istimewa. Cukup sederhana.
Jualannya pun standar.

Setiap pagi pula, sepasang suami-istri itu duduk
menjaga gerobak mereka dalam posisi yang selalu sama.
Sang suami duduk di luar gerobak, sementara istrinya
di sampingnya. Kalau ada pembeli, sang suami dengan
susah payah berdiri dari kursi (kadang dipapah
istrinya) dan dengan ramah menyapa pembeli. Jika sang
pembeli ingin makan di tempat, sang suami merapikan
tempat duduk, sementara istrinya menyiapkan nasi
kuning dan menyodorkan piring itu pada suaminya untuk
diberikan pada sang pelanggan. Kalau sang pembeli
ingin nasi kuning itu dibungkus, sang istri menyiapkan
nasi kuning di kertas pembungkus, dan menyerahkan nasi
bungkusan itu pada suaminya untuk diserahkan pada sang
pelanggan.

Saat sedang sepi pelanggan, pasangan suami-istri itu
duduk diam. Sesekali jika istrinya agak
terkantuk-kantuk, suaminya mengurut punggung istrinya.
Atau jika suaminya berkeringat, sang istri dengan
sigap mengambil sapu tangan dan mengelap keringat
suaminya.

Kalau mau jujur, nasi kuning mereka tidak terlalu
spesial. Sangat standar. Tapi, kalau saya mencari
sarapan pagi, saya selalu membeli masi kuning di
tempat mereka. Bukan spesial-tidaknya. Tapi lebih
karena cinta mereka yang membuat saya tergerak untuk
selalu mampir.

Dalam kesederhanaan, kala susah dan sedih karena tidak
ada pelanggan, mereka tetap bersama. Sang suami tidak
pernah memarahi istrinya yang tidak becus masak. Sang
istri pun tidak pernah marah karena gerakan suaminya
yang begitu lamban dalam melayani pelanggan. Dia
bahkan memberi kesempatan suaminya untuk melayani
pelanggan.

Mereka selalu bersama, dan saling mendukung, bahkan di
saat susah sekali pun.

Hingga hari ini, sudah 10 tahun saya lewati tempat
itu, mereka masih tetap di tempat yang sama, menjual
nasi kuning, dan selalu bersikap sama. Penuh
kesederhanaan. Penuh kasih sayang. Dan saling
menguatkan di saat susah.

cinta kasih mereka membuat makanan yang
sederhana itu terasa begitu nikmat. Cinta kasih yang
begitu tulus, sederhana, apa adanya. Bahkan dalam
kesusahan sekalipun, mereka tetap saling menguatkan.


Sebuah kisah cinta yang luar biasa


Aku tidak mencari pasangan hidup yang sempurna
aku mencari cara..
bagaimana mencintai pasanganku yang tak sempurna,

dengan cara yang sempurna

Tidak ada komentar:

Posting Komentar